Suara Denpasar - Gubernur Bali Wayan Koster melarang pendakian 22 gunung yang berada di seluruh Bali. Karena gunung masuk dalam kawasan yang disucikan.
Pelarangan itu disampaikan saat membacakan surat edaran Gubernur Bali nomor 4 tahun 2023 di Kantor Gubernur Bali pada 31 Mei 2023 lalu. Larangan pendakian itu bahkan akan dibuatkan Perda (Peraturan Daerah).
Larangan itu menyusul beberapa aktivitas tak senonoh yang dilakukan oleh warga negara asing ketika mendaki gunung di Bali. Mulai dari pose tanpa busana sampi membuat video dewasa di atas gunung.
Karena itu Koster melarang pendakian untuk umum. Hanya bisa dilakukan untuk kepentingan upacara agama dan kegiatan kebencanaan. Tidak lagi untuk berwisata.
Setelah larangan itu disampaikan, banyak pihak menolak tegas kebijakan Gubernur Bali itu. Termasuk diantaranya Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Tjok Gde Asmara Putra Sukawati.
Menurut Asmara, penutupan pendakian bukan suatu kebijakan yang bijaksana. Sebab banyak masyarakat yang bekerja sebagai pemandu pendakian. Mestinya dimaksimalkan saja bahwa setiap pendakian harus didampingi oleh pemandu.
Terkait polemik tersebut, Ombudsman Provinsi Bali menilai larangan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali tersebut tentunya memiliki tujuan. Hanya saja kalau menutup total akan memberikan dampak yang tidak baik.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti. Dia mengatakan mestinya yang harus dilakukan pemerintah adalah mensosialisasikan Does and Doesn't khusus untuk gunung kepada para pendaki.
"Kebijakan itu pasti ada dasarnya yah, tapi sebenarnya yang terpenting itu kalau ada boleh dan tidak boleh (does and doesn't) atau aturan ketika naik gunung seharusnya aturannya itu yang disosialisasikan," kata Sri Widhiyanti kepada Suara Denpasar saat ditemui di Kantor Ombudsman Bali, Kamis (8/6/2023).
Baca Juga:Pratama Arhan Unjuk Gigi, Fans Tokyo Verdy Sebut Eks PSIS Semarang Rory Delap Indonesia?
Karena menurut Sri, hampir setiap titik di Bali itu kawasan suci, tidak hanya gunung, tetapi juga pantai. Maka yang terpenting dilakukan adalah memperkuat sosialisasi tentang norma-norma dan aturan-aturan di kawasan suci tersebut.
Lebih lanjut, Sri Widhiyanti menjelaskan kepentingan setiap pendaki itu berbeda. Tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang ingin berwisata saja, tetapi juga untuk kepentingan konservasi dan penelitian pendidikan.
"Karena pendakian gunung itu juga misalnya untuk kegiatan konservasi lingkungan, penelitian untuk kebutuhan pendidikan, karena kegiatan di gunung itu juga banyak yah. Apa betul itu dilarang juga. Kalau ditutup total kan kegiatan konservasi dan penelitian pendidikan akhirnya juga terbatas," tandasnya. (Rizal/*)