Suara Denpasar - Jauh sebelum menjadi konglomerat, Jusuf Hamka punya kisah ngeri saat masih muda. Dia ditangkap dan dijebloskan ke 'Kremlin', pusat Orde Baru (Orba) siksa aktivis, gara-gara mendukung Ibu Tien Soeharto sebagai wakil presiden (wapres).
Cerita itu berlangsung sekitar 1987 atau 1988. Waktu itu Jusuf mendatangi Gedung DPR/ MPR menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden. Untuk presidennya sudah pasti Soeharto lagi, namun biasanya yang menarik adalah siapa wapres. Waktu itu, Jusuf nyeletuk. Dia mendukung Ibu Tien Soeharto sebagai wapres mendampingi suaminya.
"Waktu itu saya bilang, mendukung wakil presidennya Ibu Tien Soeharto, pasti dijamin bisa bekerja sama," celetuknya saat berbincang dalam podcast di kanal Youtube Curhat Bang Denny Sumargo, dikutip Minggu (28/5/2023).
Dia beralasan, kalau ibu Tien sebagai wapres, maka bisa bekerja sama dengan Soeharto, suaminya.
Baca Juga:Konglomerat Jusuf Hamka Pernah Masuk Bui gegara Pukuli Jagoan Kuntao: 'Dia Sombong!'
"Apa salah saya?" tanyanya.
"Nggak (salah) sih, Pak," ujar Denny Sumargo sambil nyengir.
Ternyata, celetukanya itu ditanggapi serius oleh mesin rezim Orba. Ketika sampai di rumahnya, dia sudah ditunggu aparat yang menumpang mikrolet. Dia mendapat sepucuk surat penangkapan, tanpa alasan karena apa.
Pada zaman itu, kalau Unit Pelaksana Khusus Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Laksus Kopkamtib) bergerak menangkap seseorang tidak perlu disebutkan alasan penangkapan. Bagi Jusuf Hamka, dia masih bersyukur ditangkap, bukan langsung ditembak oleh Petrus (penembak misterius).
"Waktu itu ramai Petrus," tandasnya.
Baca Juga:Tak Menyangka! Bos Jalan Tol Jusuf Hamka Pernah Ditangkap 5 Kali, Salah Satunya Singgung Soeharto
Mengetahui pejabat yang menandatangani surat penangkapan hanya berpangkat kolonel, Jusuf menelepon seorang brigadir jenderal (brigjen) kenalannya. Dia terkejut, karena sang jenderal tak bisa membantu.
"'Aduh Suf, gak bisa bantu. Ini perintah Pangab, Pak Benny Moerdani', katanya begitu," ucapnya. Benny Moerdani merupakan Panglima ABRI (Pangab) yang menjabat pada 1983-1988.
Jusuf makin terkejut sebab dia dijebloskan ke Jalan Kramat VII. Dulu bernama Jalan Kramat V atau Kramat Lima, sehingga kerap disebut 'Kremlin' oleh para aktivis. Kramat VII biasa dipakai untuk menyiksa siapa saja yang ditangkap.
Dulu, bangunan Unit Laksus Kopkamtib merupakan bekas kantor SOBSI, organisasi buruh yang berafiliasi dengan PKI yang diambil alih TNI usai Peristiwa 1965. Jusuf ingat, Komandan Satgas Intel di Unit Laksus waktu itu Kolonel Darmawan, dan penyidiknya Serma Darmin, dan tahu Jusuf anak angkat mantan Wapres Adam Malik, namun tidak bisa menolong.
"Bahaya banget nih gue, temen gue Brigjen aja takut. Kalau gitu pasrah aja lah," tandasnya.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, Jusuf terkejut, tuduhan penangkapannya berubah bukan lantaran dukung Ibu Tien Soeharto jadi wapres.
"Saya dituduh mengadakan Islamisasi, untuk membuat Negara Islam. Jadi semua orang di Indonesia akan diislamkan oleh saya. Lebih kejam lagi itu," terangnya.
Dia makin pasrah. Namun, keberuntungan ada di pihaknya. Teman-temannya meminta tolong ke Pangdam VI/Tanjungpura, Mayjen Feisal Tanjung. Lalu, Feisal Tanjung menghubungi Pangdam Jayakarta, Mayjen Soegito.
Mayjen Soegito menyerahkan masalah Jusuf kepada Asintel Kodam Jayakarta Kolonel AM Hendropriyono. Jusuf didatangi Hendropriyono pada Pukul 2 dini hari.
"Hei, Suf, ngapain kamu? Pulang kamu!" kata Hendro ditirukan Jusuf.
"Yang bener, Pak," tanyanya.
"Iya, pulang udah, Pak Feisal Tanjung udah telepon saya, katanya kamu anak baik," ujarnya.
Jusuf lega. Dia meminta izin menelepon ke keluarga agar dijemput. Dalam hatinya, dia masih khawatir ditembak saat dalam perjalanan pulang dari Kremlin, atau di rumah.
"Takut ada Petrus," ucapnya.
Setelah itu Jusuf salat dua rakat di lapangan Latsus Kopkamtib Kramat VII. Dia sujud syukur. Setelah 21 hari ditahan di 'Kremlin', akhirnya dia dilepas.
"Saya bilang terima kasih ke Pak Hendropriyono," tandasnya.
Namun, Jusuf masih khawatir dia ditembak di jalan. Maka, pesannya ke sopir adalah tabrak saja jika ada yang menghadang. Dia sampai juga di rumah dengan perasaan masih was-was.
Karena peristiwa ini, dia masih bersahabat dengan Hendropriyono. Dia sudah menganggap Hendro saudara.
"Kalau Pak Hendro nonton ini pasti masih ingat, ya?" tanya Densu.
"Jelas ingat, beliau yang membebaskan saya dari tahanan di zaman Pak Benny Moerdani di Kramat VII. Dan beliau yang datang tengah malam bebasin saya. Ini true story, jadi nggak apa-apa. Pak Hendro tahu kok," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, A.M. Hendropriyono pernah menjadi kepala BIN di zaman Presiden Megawati. Dia juga pendukung Jokowi.
Sedangkan pada 1988, Soeharto kembali jadi presiden. Wapresnya bukan Ibu Tien Soeharto sebagaimana kelakar Jusuf Hamka, melainkan Soedharmono. (*)