Suara Denpasar - Upaya banding anggota DPR RI, Kang Dedi Mulyadi kandas. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Agama Bandung menguatkan putusan Pengadilan Agama Purwakarta yakni menjatuhkan talak satu bain sugra dari Dedi Mulyadi terhadap Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika.
Lantas apa alasan majelis hakim banding menolak upaya hukum banding yang diajukan Kang Dedi Mulyadi? Dari penelusuran atas putusan banding yang diunduh dari laman Mahkaman Agung, majelis hakim PTA Bandung memberi alasan atau sejumlah pertimbangan.
Berikut 8 pertimbangaan atau alasan majelis hakim PTA Bandung dalam menjatuhkan putusannya:
1. Dalam gugatan Anne Ratna Mustika menyatakan rumah tangganya dengan Dedi Mulyadi mulai goyah dan terjadi perselisihan dan pertengkaran sejak bulan Desember 2019. Penyebabnya, Dedi Mulyadi tidak memberi nafkah lahir dan batin kepada Anne Ratna sejak 2020, ketidaktransparanan Dedi Mulyadi dalam masalah keuangan, dan ucapan kasar yang dilontarkan oleh Dedi Mulyadi yang menyakiti hati Anne Ratna Mustika.
Akibatnya, pasangan ini telah berpisah rumah dan ranjang sejak bulan April 2022. Sejak saat itu, kewajiban suami terhadap istri tidak terlaksana dengan baik.
2. Gugatan cerai yang diajukan oleh Anne Ratna Mustika pun diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Purwakarta dengan mempertimbangkan tentang maslahat dan madharat bagi keduanya, dengan diktum mengabulkan tuntutan Anne Ratna yang menjatuhkan talak satu ba'in sughra dari Dedi Mulyadi terhadap Anne Ratna.
"Pengadilan Tinggi Agama Bandung sependapat dengan pendapat dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Purwakarta tersebut," tandas majelis hakim dalam putusan banding 10 Mei 2023 lalu.
3. Dalam jawab-menjawab cukup jelas alasan gugatan Anne Ratna karena perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, sulit didamaikan, terjadi perpisahan dan sudah tidak berhubungan lagi sebagaimana layaknya suami istri, serta salah satu pihak yakni Anne Ratna sudah enggan untuk meneruskan rumah tangga kembali.
4. Fakta-fakta tentang adanya perselisihan dan pertengkaran dengan parameter kedua pihak membenarkan; fakta telah berpisah dan sudah tidak berhubungan lagi sebagaimana layaknya suami istri; ada keterangan para saksi tentang perselisihan itu dan saksi tidak sanggup lagi mendamaikannya; dan telah diupayakan untuk berdamai secara maksimal tapi tidak berhasil.
5. Anne Ratna benar-benar enggan meneruskan kembalii rumah tangga. Terbukti tidak berhasil didamaikan oleh keluarga maupun mediator dalam mediasi di PA Purwakarta.
6. Perselisihan dan pertengkaran antara Dedi Mulyadi dan Anne Ratna telah memenuhi ketentuan hukum dan yurisprudensi. Salah satu yurisprudensinya, dalam perkara yang demikian tidak perlu lagi melihat siapa penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran serta tidak perlu melihat siapa yang salah dan benar. Karena dalam kenyataannya salah satu pihak yaitu Anne Ratna sama sekali sudah tidak mendukung untuk meneruskan
rumah tangga dengan Dedi Mulyadi. Sehingga sulit terwujudnya tujuan perkawinan yang sakinah mawaddah warahmah.
7. Mempertahankan rumah tangga sebagaimana telah digambarkan tersebut di atas, akan menambah mudhorot bagi kedua belah pihak.
“Sesungguhnya kehidupan suami isteri tidak akan tegak dengan adanya perpecahan dan pertentangan, selain itu justru akan menimbulkan bahaya yang serius terhadap pendidikan anak-anak dan perkembangan mereka. Dan tidak ada kebaikan/manfaat yang dapat diharapkan dalam mengumpulkan dua orang yang saling berselisih, terlepas dari masalah apakah sebab terjadinya perselisihan itu besar atau kecil, sesungguhnya yang lebih baik adalah dengan mengakhiri hubungan perkawinan antara dua orang suami isteri ini. Mudah-mudahan (sesudah itu) Allah
menyediakan bagi mereka pasangan lain dalam hidupnya, barang kali dengan pasangan baru itu diperoleh ketenangan dan kedamaian," kata hakim menyitir pendapat Mustofa As-Siba’i dalam kitab AlMaratu bainal Fiqhi wal Qanun, halaman 100.
8. Tidak dapat membenarkan keberatan-keberatan Pembanding (Dedi Mulyadi) karena memori banding berisi pengulangan dalam jawaban dan duplik di sidang di PA Purwakarta.
Berdasarkan sejumlah pertimbangan tersebut, akhirnya majelis hakim PTA Bandung menjatuhkan putusan:
1. Menyatakan permohonan banding Pembanding formal dapat diterima;
2. Menguatkan putusan Pengadilan Agama Purwakarta Nomor 1662/Pdt.G/2022/PA.Pwk tanggal 22 Februari 2023 Masehi bertepatan dengan tanggal 1 Sya’ban 1444 Hijriah;
3. Membebankan kepada Pembanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding sejumlah Rp150 ribu. (*)