Suara Denpasar - Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Puncak Papua, Badan Pengurus Koordinator Wilayah (IPMAP-BPKW) Jawa dan Bali memberikan 11 tuntutan berupa pernyataan sikap atas tindakan kejahatan kemanusiaan yang berujung pada kematian warga sipil Kabupaten Puncak Papua.
Kejahatan itu dilakukan oleh Aparat dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini yaitu tahun 2020 sampai 2023. Tercatat 9 orang wara sipil tewas ditembak, diantaranya 5 orang dari Distrik Gome Utara, Kampung Yaiki-Maiki yang terjadi pada 19-20 November 2020, dan 4 orang dari Distrik Amukia, Desa Eromaga, Kabupaten Puncak Papua yang terjadi pada 06-08 Juni 2021.
Koordinator IPMAP-BPKW Bali, Fredi Kula mengatakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Aparat masih terus terjadi sampai saat ini.
"Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh TNI-POLRI di Kabupaten Puncak Papua itu hampir tidak pernah diekspos di media, padahal musuh mereka kan bukan masyarakat sipil, tapi itu hampir tidak pernah diketahui banyak orang. Justru kalau ada anggota dari TNI-POLRI yang meninggal karena baku tembak pasti ramai beritanya," kata Fredi kepada denpasar.suara.com, Senin (27/3/2023).
Baca Juga:Kocak! Gadis Asal Nabire Papua Minta Ayam, Mic-nya Ngadat Dibetulin Presiden Jokowi
Fredi menjelaskan, pada tanggal 22 februari 2022, pukul.10:00 Wit malam, aparat TNI melakukan penyikasaan terhadap 7 orang anak SD dengan tuduhan telah membantu kelompok organisasi Papua merdeka mencuri senjata dari TNI di Yonif 751.
"Atas penyiksaan itu salah satu dari anak-anak tersebut yaitu Makilon Tabuni (8) meninggal karena pukulan, sementara 6 orang lainnya disiksa secara tidak manusiawi," jelasnya.
Selain itu, Fredi menjelaskan pada 3 maret 2023, Satgas Yonif 303 melakukan penyerangan terhadap masyarakat sipil lantaran emosi.
"Tujuan TNI-POLRI ke kampung Pamebut untuk menyerang pimpinan Kalenak Murib dan Teni Kulua, namun karena tidak ada akhirnya menyerang masyerakat sipil. Ibu Tarina Murib terkena peluru saat ia keluar dari Honai (Rumah) jam 5 pagi untuk keluar buang air," ujarnya.
Fredi Kula menceritakan bahwa setelah Ibu Tarina Murib tewas tertembak, kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) turun dari gunung dan melakukan penyerangan terhadap Satgas Yonif 303 yang menewaskan Praka Jumardi.
Baca Juga:Cek Fakta: Anies Baswedan Akui Dekat dengan Aliran Kristen Sesat Alpha Omega di Papua?
"Kemudian anggota OPM pergi, TNI mulai melepaskan tembahkan sembarangan terhadap masyarakat sipil yang mengakibatkan 8 orang korban luka-luka dan 1 orang meninggal dunia atas nama Tarina Murib yang dimutilasi," kata dia.
Lebih lanjut pimpinan Koordinator IPMAP-BPKW Bali itu mengatakan, pada tanggal 22 maret 2023 Pemerintah Kabupaten Puncak mengeluarkan status DPO terhadap anggota-anggota TPNPB yang terlibat saling tembak dengan Satgas Yonif 303 yang menewaskan Praka Jumardi itu.
"Karena itu, TPNPB pimpinan Lekagak Telengen emosi dan akhinya menembak salah satu abang ojek. Lalu pihak TNI-POLRI balas serangan atau mengejar TPNPB ke Distrik Gome kampung Yenggernok kemudian membakar sejumlah rumah dan menewaskan anak di bawah umur atas nama Enius Tabuni Umur 12 tahun.
Saat ini Kontak tembak senjata antara TNI dan OPM membuat masyarakat dari distrik Gome, Magebume dan Yugumuak mengungsi ke Distrik Sinak, Kabupaten Puncak Jaya dan sebagian mengungsi ke Kabupaten Nabire dan Mimika.
Sejak tahun 2020 hingga tahun 2023 dalam kurung waktu 3 tahun ini kejahatan TIN-POLRI terhadap masyarakat Kabupaten Puncak Papua mencapai 11 orang warga sipil meninggal ditembak dan 17 warga sipil lainya mengalami luka berat," tandasnya.
Adapun 11 Tuntutan Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Puncak Papua, Badan Pengurus Koordinator Wilayah (IPMAP-BPKW) Jawa dan Bali sebagai berikut.
1. Kami minta dengan tegas Pemerintah Pusat dalam hal ini Bapak Ir. Joko Widodo, Panglima TNI serta Kapolri harus mempertanggungjawab atas pelanggaran HAM berat di Kabupaten Puncak Papua.
2. Kami minta dengan tegas mengadili atau menghukum para pihak pelaku (TNI-POLRI) yang salah mengunakan alat negara, mengakibatkan masyarakat sipil korban mutilasi, karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 338 dan Pasal 340 menjadi dasar untuk menjatuhkan hukuman bagi para pelaku tindakan kejahatan mutilasi.
3. Kami minta dengan tegas segera tarik niliter organik dan nonorganik yang beroperasi di Kabupaten Puncak Distrik Gome, Yugumuak, Magebume, Sinak dan sekitarnya.
4. Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Puncak dan Lembaga Legislatif (DPRD) Kabupaten Puncak untuk membentuk tim evakuasi kemanusiaan dan turun ke lapangan membawa masyarakat ke tempat yang kondusif.
5. Kami minta dengan tegas kepada Pemerintah Provinsi Papua Tengah, DPRD Provinsi Papua Tengah terus mendorong aspirasi kami ini sampai dengan kasus pelanggaran ham berat diusut tuntas.
6. Kami minta kepada Kapolda Papua, Kodim, Dantramel, Koramil Kabupaten Puncak harus mempertanggungjawabkan atas insiden mulitasi dan korban warga sipil serta anak di bawah umur.
7. Kami minta dengan tegas kepada Pimpinan Anggota TNI-POLRI untuk tidak mengunakan alat negara dengan sembarangan, sebab itu salah satu sikap melawan hukum Sssuai dengan UUD 1945.
8. Kami minta dengan tegas kepada Pemerintah Puncak dan Dewan Legislatif segera mencopot Kapolres Puncak dan Koramil Puncak.
9. Kami minta dengan tegas kepada Komnas HAM usut tuntas seluruh pelanggarang HAM di Kabupaten Puncak sejak tahun 2020 hingga 2023 berjumlah korban 11 nyawa merupakan warga sipil.
10. Kami minta dengan tegas kepada Komnas HAM segera menyelesaikan pelanggaran HAM di Kabupaten Puncak Papua.
11. Kami minta dengan tegas kepada Pemerintah Kabupten Puncak segera memfasilitasi sekolah (SD,SMP, dan SMA/SMK) di kabupaten terdekat Mimika, Nabire dan beberapa kota terdekat. (*/Dinda)