Suara Denpasar - Gelombang penolakan Timnas Israel untuk bertanding di Piala Dunia U-20 kian masif digaungkan. Dari mulai masyarakat biasa, hingga para pejabat daerah.
Yang teranyar, Ganjar Pranowo pun turut memberikan dukungan bagi suara penolakan Timnas Israel di Piala Dunia U-20.
Berbeda dengan gaung mayoritas yang reaktif menolak Timnas Israel di Piala Dunia U-20, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana memberikan komentar yang cukup masuk akal.
Hikmahanto Juwana berpendapat, bahwa kehendak Indonesia dalam memperjuangkan tanah rakyat Palestina, yang hingga sekarang diduduki Israel, seharusnya tidak diformulasikan dengan penolakan Timnas Israel bertanding di Piala Dunia U-20.
“Dalam memperjuangkan nasib rakyat Palestina, pihak yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia adalah pemerintah zionis Israel, berikut kebijakannya untuk menduduki tanah Palestina,” kata Hikmahanto Juwana, dilansir Suara Denpasar dari Antara, Sabtu, (25/3/2023).
Lebih lanjut, Hikmahanto Juwana menerangkan bahwa sebetulnya Pemerintah tidak memiliki kendali atas siapa-siapa yang menjadi tamu di kompetisi sepak bola dunia, sebab itu wewenangnya FIFA.
“Pemerintah Indonesia tidak memiliki kendali tim mana yang boleh dan tidak boleh berlaga di Indonesia. Sekali menyediakan diri sebagai tuan rumah, maka Indonesia harus menerima siapa pun negara yang dinyatakan lolos kualifikasi,” ungkap Hikmahanto.
Secara historis, betul memang bahwa Indonesia tidak mengakui Israel. Hingga kini, tidak pula menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Namun, menurut Hikmahanto Juwana, dengan tidak adanya hubungan diplomatik, bukan berarti tidak ada jalinan kerjasama dalam, misalnya, perdagangan, sosial, budaya dan olahraga antara RI dan Israel.
Baca Juga:Boikot Israel, Status Indonesia Sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20 Bakal Dicabut?
Kemudian, Hikmahanto Juwana memberi contoh kasus serupa. Dalam hal ini, relasi Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan.
Meski tak ada hubungan diplomatik, tapi investasi Taiwan termasuk yang terbesar bahkan banyak tenaga kerja Indonesia yang memiliki kesempatan bekerja di Taiwan.
“Warga Indonesia, misalnya kerap berkunjung ke Israel untuk dapat berziarah di Masjid Al-Aqsa. Demikian juga warga Israel berkunjung ke Indonesia untuk menjalin bisnis dengan mitra Indonesia,” katanya lagi.
“Pemerintah Indonesia sama sekali tidak sedang berhadapan dengan warga atau rakyat Israel, yang di dalamnya tidak hanya beragama Yahudi, tetapi juga Muslim dan Kristiani,” pungkasnya. (*/Dinda)