Suara Denpasar - Tumpukan sampah plastik bekas kemasan sebuah produk menjadi momok bagi industri pariwisata Bali. Setiap musim angin barat. Sampah kemasan bekas air mineral, minuman ringan, dan ragam produk lainnya banyak menumpuk di pesisir pantai Kuta, Badung, Bali.
Untuk itu Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) mendesak produsen sampah plastik dan styrofoam segera membuat program nyata untuk penanganan sampah plastik di Pulau Bali. Program wajib segera diwujudkan karena sampah plastik kemasan sudah semakin parah menjadi problem bagi lingkungan di Pulau Dewata.
"Bulan Maret sampai Oktober, Pantai Kuta, Legian, Jerman, Legian Seminyak, Nusa Dua, Pantai Jimbaran, Pantai Kedonganan bersih dari sampah kiriman. Sebaliknya Oktober sampai Maret, muncul sampah kiriman seiring datang musim hujan," kata Agustinus Apollonaris KD, Ketua J2PS melalui siaran pers, Kamis (9/3/2023).
Untuk itu tindakan nyata dari produsen sangat mendesak. Ini menindaklanjuti hasil audit Sungawi Watch terkait kondisi sungai di Bali. Hasilnya, produk dari produsen air dalam kemasan (ADMK) mendominasipencemaran di sungai-sungai yang ada di Bali.
Baca Juga:Urusan Ranjang, Aldilla Jelita Akui Lebih Agresif dari Indra Bekti Aku Ada Barat-Baratnya
Juga Styrofoam dan plastik turut berkontribusi untuk pencemaran di sungai dan laut. "Kondisi ini tidak bisa didiamkan terus menerus tanpa ada tanggung jawab dari produsen dan perusahaan," tegasnya sembari mengharapkan produsen kemasan plastik tidak lagi menjadikan cuaca dan musim menjadi penyebab membanjirnya sampah di pesisir Bali.
“Produsen harus segera melakukan sesuatu yang nyata melalui CSR dan EPR perusahaan karena sampah di Bali sudah darurat kondisinya. Masa sudah puluhan tahun meraup untung dari penjualan dan sekarang belum juga membuat program nyata,” ingat dia. Perusahaan wajib bertanggung jawab jika tidak ingin dianggap lalai terhadap kerusakan lingkungan di pusat destinasi pariwisata Indonesia ini.
Menurut dia, pemerintah sendiri sudah memiliki payung hukum soal ini. Yakni Permen 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen dengan mengatur pengurangan sampah produsen dari 2020-2029. Berikut regulasi tentang pengelolaan sampah telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, Permen 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.
Sementara di Bali regulasi yang mengatur tentang sampah sudah diatur yakni : Perda No 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah, Pergub No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, Pergub 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan SK Gubernur Bali No 381/03-P/HK/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Desa/Kelurahan dan Desa Adat.
"Sesungguhnya produsen sesuai amanat UU 18 Tahun 2008 punya tanggung jawab yang diperluas yakni Extended Producers Responsibility (EPR). Tanggung jawab ini melampui tanggung jawab CSR (corporate social responsibility). EPR secara umum digambarkan sebagai kebijakan pencegahan polusi," tukasnya.
Baca Juga:CEK FAKTA: Sadis! Al Ghazali Buat Thariq Halilintar Malu, Hingga Dukung El Rumi dan Fuji Jadian
EPR merupakan mekanisme atau kebijakan di mana produsen diminta bertanggung jawab terhadap produk yang dibuat atau dijual (beserta kemasan yang bersangkutan) saat produk atau material tersebut menjadi sampah. Dengan kata lain, produsen menanggung biaya mengumpulkan, memindahkan, mendaur ulang, dan membuang produk atau material di penghujung siklus hidup barang tersebut.