Suara Denpasar - Anak buah Gubernur Bali Wayan Koster ternyata sampai saat ini menyembunyikan dokumen proyek Terminal LNG di Mangrove Sidakarya, Denpasar yang digawangi penyuap Sekda Buleleng, Dewa Puspaka. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan sengketa informasi antara Walhi Bali melawan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali.
"Sampai detik ini DKLH Provinsi Bali (anak buah Koster, red) tak mau membuka dokumen yang diminta WALHI Bali," tandas Kuasa Hukum Walhi Bali dari KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali I Made Juli Untung Pratama, S.H, M.Kn. dalam siaran pers yang diterima Suara Denpasar, Jumat (10/2/2023).
Topan, demikian sapaan Untung Pratama, menjelaskan, dokumen yang diminta WALHI Bali dan KEKAL Bali berupa Studi Kelayakan atau feasibelity study Rencana Pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove. Khususnya lagi, lanjut dia, studi terkait pemipaan yang akan dilakukan di bawah mangrove.
Dokumen lainnya adalah berupa Perjanjian Kerja Sama pemanfaatan lahan Tahura Ngurah Rai antara DKLH Bali dan PT. DEB.
Baca Juga:Melunak, UPTD Tahura Ngurah Rai Serahkan Dokumen Perubahan Blok Terkait Terminal LNG
"Padahal dalam fakta persidangan diungkapkan jika pihak DKLH Bali mengakui bahwa pembangunan Terminal LNG ini untuk kepentingan publik dan dibangun di lahan publik," terang Topan didampingi kedua rekannya, A.A. Gede Surya Jelantik, S.H. dan I Kadek Ari Pebriarta, S.H,. dalam sidang di Komisi Informasi Bali, Jumat (10/2/2023).
Dia menjelaskan, DKLH Bali tidak beritikad baik untuk memberikan data yang diminta selalu dengan dalih bahwa Studi Kelayakannya berada di pemerintah pusat, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Dalih DKLH pun akhirnya dipatahkan oleh kuasa hukum Walhi Bali. Topan mentatakan, DKLH Bali terbukti menguasai dan/memiliki dokumen yang diminta oleh Pemohon yakni WALHI Bali.
Sebab, dasar yang diacu DKLH Bali untuk membuat studi kelayakan adalah Pasal 26 Peraturan P.44/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang perubahan atas peraturan menteri kehutanan nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerja Sama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Dia menyebutkan, pada pasal 26 Peraturan Menteri LHK itu salah satu klausulnya menyebutkan pertimbangan teknis dari kepala unit pengelola.
Baca Juga:Dibalik Proyek Terminal LNG: UPTD Tahura Ngurah Rai Sembunyikan Data Fakta Hutan Mangrove?
"Lokus proyek pembangunan terminal LNG ini ada di Bali, di mangrove Tahura Ngurah Rai, dan pengelola Tahura jelas adalah DKLH Bali melalui UPTD. Jadi DKLH Bali tentunya pasti memiliki dokumen terkait Studi Kelayakan Pembangunan Terminal LNG tersebut," kata Topan berargumentasi.
Topan juga menyinggung soal dokumen Perjanjian Kerja Sama antara DKLH Bali dan PT.DEB terkait penggunaan lahan mangrove Tahura Ngurah Rai yang juga tidak dibuka. Menurut dia, dalam surat tanggapannya menyebutkan bahwa sejatinya dokumen tersebut adalah dokumen yang terbuka untuk publik.
"Sebab isi perjanjian tersebut adalah perjanjian kerjasama untuk kepentingan publik dan dibuat di lahan milik publik (mangrove)," tegas dia.
Untung Pratama pun memberi contoh, salah satu dokumen serupa, yakni Perjanjian Kerja Sama antara Gubernur Bali dengan PLN tentang Penguatan Sistem Ketenaga Listrikan Dengan Pemanfaatan Energi Bersih justru bisa diunduh di website resmi Pemprov Bali.
"Dan bisa diakses oleh publik dengan mudah," jelasnya.
Pria yang juga menjadi partner di Kantor Pengacara Gendo Law Office (GLO) itu juga menegaskan, sungguh aneh dan alasannya sangat mengada-ada jika mengatakan dokumen Perjanjian Kerja Sama antara DKLH Bali dan PT DEB itu adalah dokumen privat bahkan dikecualikan.
"Sebab di satu sisi dokumen perjanjian kerjasama yang serupa terlebih menyoal masalah energi dan kelistrikan justru terbuka dan bisa diakses oleh publik, contohnya dokumen Perjanjian Gubernur Bali dan PLN," terangnya.
Pria asal Denpasar ini mengatakan, hingga kini kedua dokumen tersebut juga tidak diserahkan kepada majelis hakim. Padahal majelis hakim telah berulang kali memerintahkan pihak DKLH Bali untuk menyerahkan dokumen tersebut untuk dicermati lebih dalam.
"Ini sama halnya dengan melakukan pelecehan terhadap persidangan sebab tak mengindahkan perintah majelis komisioner," papar dia.
Sekadar diketahui, proyek Terminal LNG di Mangrove Sidakarya ternyata kelanjutan dari Terminal LNG di Celukan Bawang.
Ini terungkap setelah pihak kuasa hukum PT Dewata Energi Bersih dalam sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Bali mengungkapkan bahwa pemegang saham mayoritas perusahaan ini adalah PT Padma Energi Indonesia, yang merupakan anak perusahaan PT Titis Sampurna.
PT Padma mengklaim memiliki 80 persen saham. Sisanya yang 20 persen milik Perusda Bali (BUMD milik Pemprov Bali). Namun, Perusda tidak menyetor uang, alias seperti saham kosong. Nanti, Perusda Bali akan menyetor saham melalui pemotongan deviden bila perusahaan ini memiliki laba.
Yang mengejutkan, PT Padma dan PT Titis Sampurna adalah perusahaan yang menginisiasi Terminal LNG di Celukan Bawang, Buleleng. Proyek ini tidak berjalan karena izinnya tidak terbit.
Padahal, PT Padma dan PT Titis Sampurna sudah memberi uang miliaran rupiah kepada Sekda Buleleng saat itu, Dewa Puspaka untuk membantu proses pengurusan izin Terminal LNG Celukan Bawang.
Setelah gagal membangun Terminal LNG Celukan Bawang, Dewa Puspaka akhirnya diseret aparat dari Kejati Bali karena menerima uang miliaran dari PT Padma dan PT Titis Sampurna.
Dalam putusan pengadilan, Dewa Puspaka malah dikenakan pemerasan. Padahal, dalam pleidoinya, Dewa Puspaka mengaku dia hanya menerima hadiah dari dua perusahaan itu untuk urus izin.
Sedangkan pihak PT Padma Energi Indonesia dan PT Titis Sampurna sampai saat ini masih aman, belum dijadikan tersangka penyuapan atau gratifikasi terhadap penyelengara negara. Padahal Dewa Puspaka sudah divonis 8 tahun penjara, dan anaknya, Dewa Radhea divonis 4 tahun penjara.
Gagal dibangun Terminal LNG di Celukan Bawang, ternyata PT Padma Energi Indonesia dan PT Titis Sampurna ini merapat ke Pemprov Bali dan bekerja sama untuk menguasai mangrove Sidakarta dalam pembangunan Terminal LNG di hutan bakau tersebut. (*)