Suara Denpasar - Sidang sengketa antara WALHI Bali melawan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Bali kembali berlangsung di kantor Komisi Informasi Provinsi Bali.
Pihak WALHI BALI dihadiri oleh kuasa hukum sekaligus Ketua KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali I Wayan Adi Sumiarta,. S. H M.Kn dan I Made Juli Untung Pratama,. S.H M.Kn. Sedangkan pihak DKLH Bali dihadiri oleh I Ketut Subandi beserta kuasa hukumnya.
Pihak DKLH juga menjelaskan jika pembangunan Terminal LNG dilakukan untuk publik atau masyarakat.
Namun disisi lain pihak DKLH tetap kekeuh tak mau membuka dokumen terkait pembangunan Terminal LNG di kawasan Mangrove kepada publik.
Baca Juga:Berikut Daftar Tujuh Seleb Fans Garis Keras Bunda Corla, Saweran Ratusan Juta
Selain itu DKLH juga menjelaskan jika pembangunan Terminal LNG akan dilakukan di Mangrove yang senyatanya merupakan lahan negara.
Adi Sumiarta mengaku sangat aneh melihatnya ketika proyek yang ngakunya akan dibuat untuk masyarakat atau publik namun dokumennya tidak dibuka ke publik.
DKLH sendiri mengakui jika pembangunan Terminal LNG akan dibangun di Mangrove yang merupakan lahan negara.
Lahan negara jelas merupakan milik publik sebab pengelolaannya pun pastinya menggunakan anggaran negara yang berasal dari publik.
"Lalu Mengapa dokumen proyek Terminal LNG yang katanya untuk masyarakat dan dibangun diatas lahan negara yang merupakan milik masyarakat baik Studi Kelayakannya maupun Perjanjian Kerjasamanya tidak dibuka kepada masyarakat? Ini ada apa?"
Baca Juga:UPTD Tahura Ngurah Rai Mangkir dalam Sidang Sengketa Informasi dengan Walhi Bali
Adi Sumiarta mengatakan jika pihaknya menduga jika hasil dari Studi Kelayakan pembangunan Terminal LNG pasti akan dipaksakan untuk menjadi layak sebab pemerintah dalam hal ini DKLH telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama Strategis terlebih dahulu.
"Kami menduga Studi Kelayakan akan dipaksa layak, sebab sampai detik ini dokumennya tidak dibuka ke publik" Ucap Adi Sumiarta.
Lebih lanjut Adi Sumiarta mempertanyakan argumentasi yang mengatakan jika PT. DEB merupakan badan privat.
"Bukankan PT. DEB itu kepemilikan sahamnya adalah milik perusahaan swasta PT. Padma Energi dan Perumda Bali? lalu siapa Perumda Bali ? Bukankah Perumda Bali merupakan badan pemerintahan yang menggunakan anggaran APBD dan tergolong badan publik? Meski sahamnya kosong" sentil Adi Sumiarta.
Selanjutnya Pihak DKLH juga menjelaskan jika pembangunan Terminal LNG dilakukan untuk publik atau masyarakat.
Namun disisi lain pihak DKLH tetap kekeuh tak mau membuka dokumen terkait pembangunan Terminal LNG di kawasan Mangrove kepada publik. Selain itu DKLH juga menjelaskan jika pembangunan Terminal LNG akan dilakukan di Mangrove yang senyatanya merupakan lahan negara.
Adi Sumiarta mengaku sangat aneh melihatnya ketika proyek yang ngakunya akan dibuat untuk masyarakat atau publik namun dokumennya tidak dibuka ke publik.
DKLH sendiri mengakui jika pembangunan Terminal LNG akan dibangun di Mangrove yang merupakan lahan negara. Lahan negara jelas merupakan milik publik sebab pengelolaannya pun pastinya menggunakan anggaran negara yang berasal dari publik.
"Lalu Mengapa dokumen proyek Terminal LNG yang katanya untuk masyarakat dan dibangun diatas lahan negara yang merupakan milik masyarakat baik Studi Kelayakan nya maupun Perjanjian Kerjasamanya tidak dibuka kepada masyarakat? Ini ada apa?," tohoknya.
Ketika pembangunan ini diperuntukan untuk masyarakat harusnya tidak ada alasan untuk tidak membuka dokumen Studi Kelayakan pembangunan Terminal LNG khususnya Studi terkait pemipaan yang akan dilakukan di Mangrove serta Perjanjian Kerjasama Strategis antara DKLH Bali dan PT. DEB terkait penggunaan kawasan tahura yang dimohonkan oleh WALHI Bali.
Bahkan Majelis komisioner pun sudah meminta dokumen Perjanjian Kerjasana Strategis antara DKLH dan PT. DEB untuk diperiksa oleh majelis komisioner juga tak kunjung diberikan. "DKLH terlihat sengaja menutup-nutupi dokumen pembangunan Terminal LNG ini," tukasnya. ***