Suara Denpasar - Setidaknya ada sekitar 20 saksi yang masih belum diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.
Sebagian besar dari saksi itu adalah ada dalam lingkaran internal Universitas Udayana (Unud) yang dinilai bisa membuat terang penyimpangan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana.
Menurut Kasipenkum Kejati Bali Luga A. Harlianto, saat ini sudah 25 saksi yang diperiksa.
Sedangkan sisanya masih menunggu jadwal pemanggilan ulang.
Baca Juga:TOP! Calon Tersangka SPI Unud Sudah Ada, Aspidsus Perintahkan Jaksa Cari Lima Alat Bukti
"Alasannya (tidak hadir dalam pemanggilan pertama) karena ada audit rutin dari kementerian," kata Luga kepada awak media saat berada di Gedung Kejati Bali, Jumat (9/12/2022).
Mengingat alasan yang diberikan masuk akal, maka penyidik Kejati Bali tidak mempermasalahkan dan akan melakukan pemanggilan ulang.
Demikian, ingat dia dalam KUHAP juga diterangkan bahwa bagi saksi yang terus mangkir, tentu jaksa memiliki kewenangan untuk memanggil paksa jika keterangannya dibutuhkan oleh penyidik.
Sedangkan untuk 25 saksi yang sudah diberkas, nantinya sebagian besar akan diperkuat dan ditanyakan ke pihak ahli.
Pada kesempatan itu juga, Luga memuji dengan kooperatifnya pihak mahasiswa yang ikut menjadi saksi. "Mahasiswa yang luar biasa," puji dia.
Baca Juga:MAKI: Mestinya Kasus SPI Unud Sudah Ada Tersangka, Jika Mangkrak Siap Praperadilkan Kejati Bali
Untuk diketahui, pihak kejaksaan kini hanya menunggu hasil audit eksternal terkait dengan kerugian negara.
Setelah hasil audit keluar, maka akan segera diumumkan tersangka dalam kasus yang menghebohkan dunia pendidikan tinggi di Indonesia ini.
Bahkan, ungkap Aspidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Agus Eko Purnomo setelah penyelidik berkesimpulan meningkatkan penanganan SPI atau uang pangkal Mahasiswa baru Universitas Udayana seleksi jalur mandiri Tahun Akademik 2018/2019 sampai dengan Tahun Akademik 2022/2023 ke tahap penyidikan.
Pihaknya meminta jaksa untuk mencari lima alat bukti, bukan dua alat bukti minimal.
Ini dilakukan agar pelaku tidak ada peluang lolos dari jerat hukum.
"Kasus ini pertama di Indonesia. Kalau KPK tertangkap tangan (Rektor Unila), lebih mudah. Itulah kejadian bagian dan kasus pertama di Indonesia. Disidik hanya penerimaan uang bukan soal yuridis aturannya," demikian katanya, Jumat kemarin. ****