Suara Denpasar - Hampir dua bulan. Ekspose perkara dugaan penyalahgunaan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) terkesan jalan di tempat dan belum ada perkembangan berarti.
Tak jelas juga soal target serta berapa besaran kerugian negara berikut calon tersangka yang akan dibidik. Begitu juga pemeriksaan saksi masih berkutat di wilayah administratif bukan penentu kebijakan.
Pengamat sosial serta penggiat anti korupsi Nyoman Mardika kepada denpasar.suara.com menyatakan, kasus dugaan penyalahgunaan dana SPI Unud memang banyak menarik perhatian masyarakat.
Sebab, ini melibatkan institusi pendidikan tinggi yang terbesar di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
Baca Juga:Ditanya soal Pemeriksaan, Staf Ahli Unud Toleh Jaksa yang Antar sampai Parkiran
Apalagi, nilai SPI untuk penerimaan mahasiswa baru dari jalur mandiri begitu fantastis. Terbesar ada di Fakultas Kedokteran dengan sebesar Rp 1,2 miliar per mahasiswa.
Jadi, tak salah juga publik ingin mengetahui progres kasus ini. Mengingat, gelar perkara sudah dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, pada Jumat , 21 Oktober 2022.
Di mana penyelidik berkesimpulan meningkatkan penanganan Dana Sumbangan Pengembangan Istitusi (SPI) Mahasiswa baru Universitas Udayana seleksi jalur mandiri Tahun Akademik 2018/2019 sampai dengan Tahun Akademik 2022/2023 ke tahap penyidikan.
"Pendapat saya, pihak jaksa dari penyelidikan ke penyidikan sudah berproses dan sudah ada penggeledahan kasus penyalahgunaan SPI di Universitas Udayana," paparnya kepada denpasar.suara.com, Minggu (4/12/2022).
Hanya saja, yang menjadi pertanyaan adalah hingga saat ini belum disampaikan terkait dua alat bukti untuk membuat terang kasus sehingga bisa dilakukan penetapan tersangka.
Baca Juga:Waduh Kejati Bali Nggak Fokus! Periksa Ketua BEM Unud Terkait SPI, Cuma Tanya Data Diri
Begitu juga terkait kerugian negara yang dikumpulkan dari kasus ini yang biasanya melibatkan auditor dari BPKP. Jaksa, dalam hal ini pihak kejaksaan tinggi Bali belum secara gamblang menjelaskan.
Memang, jika merujuk pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No 14 Tahun 2008. Ada disebutkan bahwa proses penyidikan dan juga rahasia negara tidak perlu dibuka ke publik.
Demikian, publik terkait sebuah kasus bukan bertanya soal materi penyidikan. Namun, menanyakan update perkembangan jalannya penyidikan berikut target dari penyidik itu sendiri guna membuat terangnya sebuah perkara.
Jadi, jika itu dilakukan maka asumsi liar dan beragam dugaan tidak akan dialamatkan ke pihak kejaksaan. Seperti dugaan adanya konspirasi, penyidikan lamban, dan tudingan minor lainnya.
Keterbukaan ini penting dilakukan kejaksaan sebagai lembaga publik yang ujungnya akan mempengaruhi kepercayaab dari masyarakat.
"Proses yang begitu lama seharusnya bisa dijelaskan dan juga target disampaikan ke publik. Jangan sampai muncul dugaan adanya konspirasi oknum sehingga ada kongkalikong," tandasnya.
"Aktor kunci kan belum terungkap dan ini (saksi) baru di kelas bagian administrasi dan aktor kunci yang membuat kebijakan belum saya lihat terpublikasikan," katanya terkait pengamatannya soal perkembangan kasus SPI Unud.
Sementara itu Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali A Luga Harlianto menjelaskan bahwa penyidik kejaksaan tinggi Bali terus berproses.
Dari sebelumnya sepuluh saksi yang diperiksa. Kini sudah menjadi 15 saksi. Artinya, jaksa sudah terus bergerak untuk mengungkap terangnya kasus dugaan penyalahgunaan SPI di Universitas Udayana.
Tak hanya itu, kejaksaan juga bekerja keras guna mengumpulkan bukti-bukti baru berikut pemilihan dokumen.
"Kami masih terus mencari alat bukti lain agar terang kasus ini. Untuk kerugian (Audit BPKP) belum," jawabnya.
Dia juga menegaskan bahwa untuk penanganan sebuah perkara. Apalagi untuk kasus korupsi tentu diperlukan ketelitian dan kecermatan tim jaksa.
Dengan begitu, jaksa yang bertugas tidak dibebankan soal target dalam hal ini deadline waktu.
Di samping itu, ingat dia, jaksa yang bertugas tentu tidak hanya menangani satu kasus SPI Unud saja, tapi ada juga kasus lainnya.
Jadi, seiring dan sejalan untuk menyelesaikan beragam perkara yang ditangani Kejati Bali. Hal ini perlu diketahui oleh publik agar tidak selalu menuding jaksa lamban dalam penanganan kasus. "Intinya kami ingin membuat terang sebuah perkara dan yang penting ditunggu saja," tukasnya. ***