Kronologi Kasus 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak' hingga Edy Mulyadi Dihukum 7,5 Bulan Penjara

Berikut kronologi kasus terdakwa Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan tempat jin buang anak akhirnya sampai putusan pengadilan. Majelis hakim memutus Edy Mulyadi bersalah dan dihukum 7 bulan 15 hari penjara.

Aryo
Senin, 12 September 2022 | 19:40 WIB
Kronologi Kasus 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak' hingga Edy Mulyadi Dihukum 7,5 Bulan Penjara
Kolase: Edy Mulyadi (foto kiri). Warga Dayak ricuh usai vonis 7 bulan 15 hari penjara (foto kanan atas). Salah satu massa laporkan Edy Mulyadi ke polisi (foto kanan bawah). (Suara.com/ Antara)

Suara Denpasar – Perkara dengan terdakwa Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan tempat jin buang anak sebagai kritik atas lokasi ibu kota negara (IKN) akhirnya sampai di putusan pengadilan. Majelis hakim pun memutus Edy Mulyadi bersalah dan dihukum 7 bulan 15 hari atau 7,5 bulan penjara. Lantas, bagaimana kronologi Edy Mulyadi sampai dihukum penjara?

Berikut kronologi yang membuat pegiat sosial yang kerap mengkritik pemerintahan Joko Widodo ini tersandung kasus. Karena mengkritik IKN, dia justru tersandung ke penjara karena pernyataannya justru menyinggung masyarakat Kalimantan, terutama suku Dayak, sebagai penduduk utama di pulau yang dulu disebut Borneo tersebut.

1. Edy Mulyadi sebut Kalimantan tempat jin buang anak

Pada awal 2022, Edy Mulyadi menyita perhatian publik setelah dia mengkritik lokasi Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia yang baru di Pulau Kalimantan, menggantikan Jakarta. Nama IKN Indonesia saat ini adalah Nusantara.

Baca Juga:Mahfud MD Sampai Berani Bilang Begini soal Pengusutan Kasus Ferdy Sambo, Publik Diminta Percaya

Melalui channel Youtube Bang Edy Channel mengkritik lokasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) sebagai ‘tempat jin buang anak’. Alasan dia menggunakan istilah itu karena lokasi IKN jauh dari kata maju, dibanding Jakarta.

"Ini ada sebuah tempat elit punya sendiri, yang harganya mahal, punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak. Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo nggak apa-apa bangun di sana," kata Edy dalam kanal Youtube Bang Edy Channel. Sekadar diketahui, video tersebut kini sudah dihapus.

2. Edy Mulyadi dilaporkan ke polisi

Sontak, ucapan Edy Mulyadi langsung mengundang reaksi dalam masyarakat, terutama warga Kalimantan. Dia pun dilaporkan sekelompok ke polisi. Bahkan, ada empat laporan dan tingkat Polda sampai Mabes Polri. Yakni masing-maasing satu laporan di Polda Sulawesi Utara dan Polda Kalimantan Timur, dan dua ke Bareskrim Polri.

Bukan itu saja, ada 16 lagi dalam bentuk pengaduan masyarakat (dumas) dan 18 pernyataan sikap dari bergagai pihak atas pernyataan Edy Mulyadi.

Baca Juga:Polisi Bali Penasaran Siapa Penyebar Video Mesum Jongkrak Cewek Sambil Nyetir Mobil

3. Edy Mulyadi menyampaikan minta maaf

Setelah ucapannya mendapat protes hingga pelaporan ke kepolisia, Edy Mulyadi pun menyampaikan mintaan maaf. Dalam pernyataan minta maaf itu, dia mengaku penyebutkan ‘tempat jin buang anak” merupakan istilah yang umum digunakan dalam mengambarkan suatu tempat yang jauh.

“Jangankan Kalimantan, istilah, mohon maaf, ya, Monas itu dulu tempat jin buang anak. BSD tuh tahun 80-an masih tempat jin buang anak. Istilah biasa,” kata dia lewat kanal YouTube Bang Edy Channel, 24 Januari 2022.

4. Ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan

Namun, nasi sudah jadi bubur. Pernyataannya tak membuat pelaporan ke polisi dari sejumlah masyarakat dicabut. Bahkan, kepolisian memproses laporan tersebut. Edy Mulyadi pun diperiksa polisi pada 31 Januari 2022. Sejumlah saksi dan ahli dimintai keterangan polisi.

Akhirnya pada 31 Januari 2022 itu juga Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka akibat ucapannya yang menyebut IKN di Kalimantan sebagai tempat jin buang anak. Pada hari itu juga dia ditahan polisi.

Dia pun dijerat menggunakan Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tentang berita bohong yang mengakibatkan keonaran di kalangan rakyat. Serta Pasal 15 UU yang sama tentang menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Dia pun terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.

5. Edy Mulyadi menjalani sidang dan dituntut 4 tahun penjara

Pada 10 Mei 2022, Edy Mulyadi pun mulai dihadapkan ke persidangan di PN Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut Umum mengajukan dakwaan dengan terdakwa Edy Mulyadi. Setelah melalui rangkaian persidangan yang cukup panjang, pada 1 September 2022, atau hampir 4 bulan, JPU pun menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana untuk Edy Mulyadi berupa 4 tahun penjara karena terbukti melakukan pidana sesuai Pasal 14 ayat 1 UU 1/1946.

“Menuntut, supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Edy Mulyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata JPU.

6. Putusan majelis hakim untuk Edy Mulyadi

Setelah menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi, akhirnya sampai juga pada akhir persidangan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat. Majelis hakim yang diketuai Adeng AK pun tak sependapat dengan JPU. Majelis hakim menyatakan Edy Mulyadi tak terbukti atas dakwaan Pasal 14 ayat 1 dan Ayat 2 UU 1/1946.

Majelis hakim menyatakan Edy Mulyadi terbukti pada dakwaan Pasal 15 UU 1/1946. Yakni menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.

Dia pun dihukum 7 bulan 15 hari penjara. Dilihat dari lamanya hukuman, maka Edy Mulyadi pun selesai menjalani masa hukuman tersebut sebab dia ditahan sejak 31 Januari 2022.

"Memerintahkan terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan," ucap hakim ketua, Adeng AK.

7. Warga Dayak ricuh atas putusan ringan dan jaksa pikir-pikir

Warga Dayak yang hadir di persidangan menganggap hukuman yang diputus majelis hakim untuk Edy Mulyadi terlalu ringan. Mereka menganggap putusan itu tidak memenuhi rasa keadilan. Di sisi lain, jaksa dalam sidang itu menyatakan piker-pikir, apakah akan banding atau tidak. Paling tidak, putusan majelis hakim tidak ada seperempat dari tuntutan. Biasanya, jaksa akan mengajukan banding bila putusan hakim kurang dari dua pertiga tuntutan. (*)

REKOMENDASI

BERITA TERKAIT

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak